Kamis, 09 Mei 2013

Filsafat Ilmu Islami


Filsafat Ilmu Islami : Manusia Bisa Tahu Yang Benar

Oleh: Dr. Syamsuddin Arif (Peneliti Insists)
               
Manusia normal pada hakikatnya dapat mengetahui kebenaran dengan segala kemampuan dan keterba-tasannya. Ia juga bisa memilih (ikhtiyar) dan memilah (tafriq),membedakan (tamyiz), menilai dan menentukan (tahkim) mana yang benar dan mana yang salah, mana yang berguna dan mana yang berbahaya, dan seterusnya.
                Kemampuan’ yang dimaksud adalahkapasitas manusia lahir dan batin, mental dan spiritual, dengan segala bentuk dan rupanya. Ada pun ‘keterbatasan’ merujuk pada keterbatasan intrinsik manusiawi maupun ekstrinsik non-manusiawi, Keterbatasan yangdimiliki manusia meskipun ada, tidak sampai berakibat gugurnya nilai kebenaran maupun keabsahan atau validitas dari ilmu itu sendiri. Sedangkan kondisi ‘normal’ yakni keadaan seorang yang sempurna (tidak cacat) dan sehat (tidak sakit atau terganggu), baik fisik maupun mentalnya, jasad dan ruhnya, terutama sekali akal dan hati (qalb)-nya.
Maka dalam diskursus Filsafat Ilmu yang Islami, mengetahui (‘ilm) dan mengenal(ma‘rifah) bukan sesuatu yang mustahil. Pendirian kaum Muslimin Ahlus Sunnah wal-Jama’ahdalam soal ini disimpulkan oleh Abu Hafs Najmuddin ‘Umar ibn Muhammad an-Nasafi secara ringkas: haqa’iqul asyya’ tsabitah, wal-ilmu biha mutahaqqiqun, khilafan lis-sufistha’iyyah (Lihat: Matan al-‘Aqa‘id dalam Majmu‘ Muhimmat al-Mutun, Kairo: al-Matba ‘ah al-Khayriyyah, 1306 H).