Selasa, 14 Agustus 2012

Menempelkan Kaki Untuk Merapatkan Shaf


بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله و الصلاة و السلام على رسول الله

Fenomena bersemangatnya para pemuda dalam mempelajari sunnah Naby Shollallohu alaihi wasallam adalah hal yang patut di syukuri.Namun demikian sunnatulloh telah menggariskan bahwa hamasah/ semangat pemuda haruslah dibimbing oleh hikmah/ ilmu dan kebijakan  masyayikh/orang tua. Termasuk sunnah naby shollallohu alaihi wasallam yang dimasyarakatkan oleh para pemuda adalah meluruskan dan merapatkan shof dalam sholat jamaah.Dalil – dalil yang datang dalam syariat dalam masalah ini pun tidak dapat lepas dari perlunya bimbingan para ulama rasikhin dalam mempraktekkannya agar tidak menyelisihi pemahaman dan praktek para salafuna shalih.
Sunnah –sunnah dalam meluruskan shof
1.Meluruskan agar tidak ada dada seorang pun yang lebih maju dari shof.Beliau shollallohu alaihi wasallam mengungkapkannya dengan tiga jenis kata ; استووا, اعتدلوا, أَقيموا الصف.Hal ini diamalkan dengan cara menjadikan setentang antara leher, pundak dan mata kaki.
2.Mengisi tempat kosong sehingga tidak tersisa tempat kosong.Lafadz beliau shollallohu alaihi wasallam adalah;               (سُدُّوا الخلل)                ; tutuplah celah
لا تذروا فرجات للشيطان;jangan biarkan ada celah untuk syaithon.
Dan ini diamalkan dengan mengisi tempat yang masih kosong sehingga rapat dan rapi.
3.Menyambung antar shof dan menyempurnakan tiap shof.Lafadz yang beliau sollallohu alaihi wasallam gunakan adalah;
: ((أَتموا الصف الأَول فالأَول)), sempurnakanlah shof depan dahulu lalu yang berikutnya.
  من وصل صفاً وصله الله ومن قطع صفاً قطعه الله ; siapa yang menyambung shof maka Alloh akan menyambungnya (dengan rahmat-Nya) dan siapa yang memutus shof maka Alloh akan memutusnya ( dari rahmatNya).
Termasuk kesalahan dalam cara merapatkan shof adalah menempelkan kaki dengan orang yang di sampingnya terus menerus hingga akhir sholat.
 Kesalahan  ini berpangkal dari salah memahami  ucapan seorang shahabat  mulia yaitu Nu’man bin Basyir rodhiyallohu anhu;
رأَيت الرجل منا يلزق كعبه بكعب صاحبه ; saya melihat seorang dari kami menempelkan mata kakinya dengan mata kaki saudaranya.
Ucapan ini diriwayatkan oleh ;
1.Bukhory secara muallaq (tanpa sanad).Beliau memberi judul ; Bab menempelkan bahu dengan bahu, telapak kaki dengan telapak kaki dalam shof.
Dan dengan lafadz ;
فرأيت الرجل يُلزق منكبه بمنكب صاحبه, وركبته بركبة صاحبه, وكعبه بكعبه ;saya melihat seorang dari kami menempelkan bahunya  dengan bahu saudaranya , lututnya dengan lutut dan mata kaki dengan mata kaki, diriwayatkan oleh ;
2.Abu Dawud dalam sunannya no 648
3.Ibnu Khuzaimah dalam shohihnya no 160
4.Daruquthny dalam sunannya 1/282.
Dan dengan lafadz ;
وكان أحدنا يلزق منكبه بمنكب صاحبه وقدمه بقدمه ; salah seorang dari kami menempelkan pundaknya dengan pundak saudaranya dan telapak kaki dengan telapak kaki.
Dari Anas bin Malik rodhiyallohu anhu diriwayatkan Bukhory 1/254.
Bagaimanakah mempraktekkan kata “ menempelkan “ tersebut ?
1.Syaikh Muhammad bin Shalih  Al utsaimin rahimahulloh berkata ;
وهنا مسألة : وهي أن بعض الناس - أخيراً - لحرصهم على السنة ، وتطبيق السنة ، أخطؤوا في فهم السنة ، فصاروا يظنون أن قول الصحابة : )) حتى يلزق الرجل كعبه بكعب أخيه (( أن معناه : أن تفرج بين رجليك ، وهذا غلط ، ولو كان هذا هو المراد لقال : حتى كان الرجل يفرج بين رجليه حتى يمس كعبه كعب صاحبه . وهذا غير مراد بلا شك ، ولو كان هو المراد لبُيِّن، وإنك لتأتي بعض المساجد يتخذون هذا هو السنة ، وعليهم بنطلونات ، فتجدهم كأنهم أهرام . وهذا غير صحيح ، ولهذا قال عمر - رضي الله عنه - لأبي موسى : ( الفهم الفهم فيما يلقى إليك ) فلازم أن تفهم النصوص على مراد الله ورسوله . ولكن هل المراد بالتراص : التراص الذي يشق فيه الإنسان على أخيه ؟ الجواب : لا ، لأن هذا يؤذي أخاك ، ويفوته مثلاً التورك ، ويفوته الجلوس بطمأنينة ، فالمراد بالتراص  أن لا يكون بينكما فرج ، أما أن ترصه حتى إنه يتأذى بهذا ، فهذا غلط
‘’Di sini ada masalah penting; yaitu sebagian orang-akhir-akhir ini- karena semangatnya mereka kepada sunnah dan mempraktekkan sunnah, salah dalam memahami sunnah,mereka mengira ucapan shahabat ‘’sampai seorang menempelkan mata kakinya dengan mata kaki saudaranya’’ bermakna bahwa engkau harus merenggangkan kedua kakimu, ini adalah salah.Jika ini yang dimaksud, tentu lafadznya adalah; sampai seorang merenggangkan kedua kakinya hingga matakakinya menyentuh mata kaki saudaranya.Dan tidak ragu lagi bahwa ini bukanlah yang dimaksud, karena jika itu maksudnya tentu akan dijelaskan demikian.Jika kalian mendatangi sebagian masjid yang menganggap ini sebagai sunnah, yang karena mereka memakai celana panjang (saja saat sholat), kalian akan dapati mereka seperti (bentuk segitiga) piramida.Ini tidak benar, karena itulah Umar berkata kepada Abu Musa Al asy’ary rodhiyallohu anhu ;’’ pahamilah (dengan benar ) apa yang disampaikan kepadamu (dari dalil)’’.Maka wajiblah memahami dalil-dalil sesuai dengan maksud Alloh dan RasulNya.Apakah yang dimaksud dengan merapatkan  hingga seorang mempersempit saudaranya? Jawabnya; tidak, karena ini mengganggu saudaramu, sulit baginya duduk tawarruk dengan thuma’ninah.Maka yang dimaksud dengan merapatkan adalah tidak meninggalkan celah, adapun merapatkan hingga mengganggu maka ini adalah SALAH..(Syarhulmumti’1/4).
Beliau rahimahulloh menjelaskan praktek yang benar dalam menempelkan kaki dengan ucapan beliau ;
أي أن كل واحد منهم يلصق كعبه بكعب جاره لتحقق المحاذاة وتسوية الصف، فهو ليس مقصوداً لذاته لكنه مقصود لغيره كما ذكر ذلك أهل العلم، ولهذا إذا تمت الصفوف وقام الناس ينبغي لكل واحد أن يلصق كعبه بكعب صاحبه لتحقق المساواة، وليس معنى ذلك أن يلازم هذا الإلصاق ويبقى ملازماً له في جميع الصلاة

“yaitu setiap orang menempelkan mata kakinya dengan mata kaki orang yang di sampingnya  agar  shof benar-benar lurus dan rata.Menempelkan ini bukanlah maksud namun tujuannya adalah untuk meluruskan shof seperti yang dijelaskan para ulama.Karena itulah jika shof telah sempurna dan manusia telah berdiri hendaknya setiap orang menempelkan mata kakinya dengan mata kaki saudaranya agar shof benar-benar lurus, dan bukan berarti terus menerus menempelkan kaki hingga akhir sholat…”( majmu fatawa wa rasail 13/33).
Dalam kesempatan yang lain beliau rahimahulloh berkata ;
“merenggangkan kedua kaki (saat sholat ) jika menyebabkan celah antara shof dimana antara seorang dengan yang di sampingnya terlihat terbuka dari atas, maka hal itu ( hukumnya ) makruh.Karena menyelisihi perintah Naby shollallohu alaihi wa sallam untuk merapatkan shof, dan karena ia membuka celah (di bawah kakinya ) yang masuk setan – setan padanya…(padahal) Naby shollallohu alaihi wa sallam tidak bersabda ;”renggangkanlah antara kedua kaki kalian”,tidak pula (pernah) bersabda “ tempelkanlah pundak dengan pundak dan telapak kaki dengan telapak kaki” hanya para sahabat melakukan hal itu untuk memastikan lurusnya shof…( 16/1/1404  H, majmu fatawa warrosail ibn utsaimin 13/17).
2.Syaikh Bakr abu zaid rahimahulloh menjelaskan ;
وكل هذا يعني: المصافة, والموازاة, والمسامتة, وسد الخلل, ولا يعني العمل على ((الإِلزاق)) فإِن إِلزاق العنق بالعنق مستحيل, وإِلزاق الكتف بالكتف في كل قيام, تكلف ظاهر. وإِلزاق الركبة بالركبة مستحيل, وإِلزاق الكعب بالكعب, فيه من التعذر, والتكلف, والمعاناة, والتحفز, والاشتغال به في كل ركعة, ما هو بيِّن ظاهر. فتنبين أَن المحاذاة في الأَربعة: العنق. الكتف. الركبة. الكعب: من بابة واحدة, يُراد بها الحث على إِقامة الصف والموازاة, والمسامتة, والتراص على سمت واحد, بلا عوج, ولا فُرج, وبهذا يحصل مقصود الشارع.
“Seluruh dalil – dalil mengenai hal ini bermaksud ; meluruskan, meratakan , menutup tempat kosong , dan bukan dengan cara “menempelkan “, karena menempelkan leher dengan leher adalah mustahil, menempelkan pundak dengan pundak dalam setiap berdiri adalah takalluf yang nyata, menempelkan lutut dengan lutut adalah mustahil, menempelkan mata kaki dengan mata kaki adalah sulit, takalluf, menyusahkan,mengganggu dan menyibukkan di setiap rokaat, ini sangat jelas.Jadi jelaslah  bahwa meratakan itu pada empat hal ; leher,pundak,lutut, mata kaki, dengan cara yang sama, maksudnya adalah anjuran agar shof lurus dan rata, rapi, satu bentuk, inilah maksud pembuat syariat.( la jadiida fi ahkamisholat)
3.Ibnu Hajar rahimahulloh berkata ; “ maksud dari meluruskan shof adalah meratakan agar manusia berdiri dalam satu bentuk, atau untuk menutup tempat kosong di shof…”(Fathul bari 2/242).Kebenaran pemahaman Ibnu Hajar rahimahulloh tampak jelas karena memang Nu’man bin Basyir menceritakan hal tersebut setelah shahabat itu mendengar perintah Naby shollallohu alaihi wasallam untuk meluruskan shof, jadi menempelkan tersebut adalah untuk mengecek kelurusan seorang dengan yang di sampingnya dan bukan untuk terus menempel hingga akhir sholat.
3.Alkhothoby rohimahulloh ( ma’alimussunan 1/162) ketika menjelaskan hadits Abu Dawud dari ibnu Abbas rodhiyallohu anhu “yang terbaik di antara kalian adalah yang paling lembut pundaknya bagi saudaranya’’,berkata; maknanya adalah agar seorang tenang dalam sholat dan thuma’ninah dan agar pundaknya tidak menyenggol dan menyentuh pundak saudaranya”.
4.Demikian pula Lajnah Daimah menjawab ketika ditanya tentang hal ini  (8/14, fatwa no 4582),mereka mengatakan;
وقال أنس رضي الله عنه: كان أحدنا يلزق قدمه بقدم صاحبه. والمقصود من هذا سد الفرج واستقامة الصف. فينبغي التواصي بذلك، مع عدم إيذاء بعضهم بعضا.
“maksud dari ucapan ini (menempelkan) adalah menutup celah dan meluruskan shof “.
5.DR.Abdulloh bin Sholih Alfauzan hafidhohulloh berkata ( minhatulallaam 1/324) ; adapun menempelkan kaki dengan kaki seperti yang dipraktekkan sebagian orang maka ini mengganggu orang lain,sibuk dan menyibukkan orang lain,repot dengan sesuatu yang tidak disyariatkan, memperbanyak gerakan,dan memperhatikan hal ini setiap bangkit dari sujud menyibukkan orang yang di samping untuk mendapatkan kakinya, dan juga menyebabkan lebarnya jarak yang tampak jika makmum turun sujud,sebagaimana juga menyebabkan mengambil tempat kaki oranglain tanpa hak…dan tidak ada dalilnya,karena maksud ucapan Anas bin Malik dan Nu’man bin Basyir rodhiyallohu anhuma- sebagaimana yang disebutkan ibnu Hajar- adalah bersangat dalam meluruskan shof dan menutup celah serta meratakannya.
Demikian,semoga bermanfaat.Wallohu A’lam bishowab.
Bintaro ,September 2011
Abdul Hakim gba (guru bahasa arab).

8 komentar:

  1. jadi kesimpulan masalah menempelkan kaki untuk meluruskan shof adalah :
    1.atsar anas bin malik dan nu'man bin basyir radhiyallohu anhuma menerangkan menempelkan kaki di awal sholat ( berdiri rokaat pertama ),adapun berdiri rokaat 2,3 dan 4 maka tidak ada dalil menempelkan kaki sama sekali
    2.Naby saw tdk pernah memerintahkan untuk menempelkan kaki,beliau hanya mentaqrir perbuatan shahabat.maka seperti halnya beliau mentaqrir shahabat yang membaca al ikhlash setiap kali sebelum ruku yang kita tidak perintahkan manusia melakukannya maka demikian pula dalam masalah menempelkan kaki
    3.hukum menempelkan kaki - pada berdiri rokaat pertama - adalah sunnah,bukan syarat sah sholat bukan pula wajib dalam sholat
    4.membuka kaki lebar justru menimbulkan celah maka yang dimaksud merapatkan adalah sampai seorang tidak bisa melewati antara dua orang
    5.ini adalah perkara fiqh yg luas serta tidak boleh menimbulkan kebencian dan perpecahan

    BalasHapus
  2. Artikel yang sangat bermanfaat. Jazakallahu khairan. Mudah2an banyak diantara ahlussunnah membaca dan memahami akan perkara ini, sehingga mrk tdk me-ringan2kan ataupun ber-lebih2an dalam mslh ini. Buuriktum...

    BalasHapus
  3. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  4. Ini ada juga tulisan saya. Yang menempelkan bahu dgn bahu, dengkul dgn dengkul, dan kaki dgn kaki itu cuma seorang sahabat yg tak disebut namanya. Bukan semua sahabat. Nabi sbg Imam di depan mungkin bisa melihat bahu. Tapi tak mungkin melihat kaki makmumnya. Di berbagai hadits Nabi hanya meminta bahu dirapatkan dgn bahu. Bukan kaki.

    Taqrir ini bukan perintah wajib. Misalnya ada sahabat makan biawak Dlabb dan Nabi melihatnya. Taqrir ini bukan berarti Nabi memerintahkan kita untuk wajib memakan biawak dlabb. Bukan. Karena Nabi sendiri tidak mau memakan dlabb. Jadi memahami hadits harus hati2 agar tidak keliru. Perbuatan seorang sahabat jangan dianggap perintah wajib dari Nabi.
    http://kabarislamia.com/2015/06/09/nabi-tidak-memerintahkan-menempel-kaki-saat-sholat-berjamaah/

    BalasHapus
  5. Bagaimana hadits yang mengharuskan kita menutupi celah ustad? Setidaknya kita berusaha merapatkan bagian yang memungkinkan dirapatkan (agar tak diisi oleh Syaiton). Kalau leher atau kepala ya sesuatu yang tidak mungkin ustad untuk ditempelkan. Yang memungkinkan ini kan diusahakan tidak ada celah ustad.

    Pembiaran Rasul terhadap gerakan solat sahabat bukannya disamakan perintah ustad? karena gerakan solat adalah ibadah magdhoh (ibadah magdhoh= semuanya tidak boleh kecuali ada perintahnya). Jadi kalau tidak dilarang berarti amalan ibadah tersebut diterima, dan diterima berarti perintah. Perihal makan daging sifatnya mualamalah (semuanya boleh kecuali ada larangannya). jadi kalau makan daging tidak dilarang memang bukan berarti perintah, karena semuanya boleh kecuali ada larangannya.

    Mohon jawabannya ustad, agar saya dapat beramal secara syar'i.

    BalasHapus