بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله و الصلاة و السلام على رسول
الله
Fenomena bersemangatnya para pemuda dalam
mempelajari sunnah Naby Shollallohu alaihi wasallam adalah hal yang patut di
syukuri.Namun demikian sunnatulloh telah menggariskan bahwa hamasah/ semangat
pemuda haruslah dibimbing oleh hikmah/ ilmu dan kebijakan masyayikh/orang tua. Termasuk sunnah naby
shollallohu alaihi wasallam yang dimasyarakatkan oleh para pemuda adalah
meluruskan dan merapatkan shof dalam sholat jamaah.Dalil – dalil yang datang
dalam syariat dalam masalah ini pun tidak dapat lepas dari perlunya bimbingan
para ulama rasikhin dalam mempraktekkannya agar tidak menyelisihi pemahaman dan
praktek para salafuna shalih.
Sunnah –sunnah dalam meluruskan shof
1.Meluruskan agar tidak ada dada seorang pun
yang lebih maju dari shof.Beliau shollallohu alaihi wasallam mengungkapkannya
dengan tiga jenis kata ; استووا, اعتدلوا, أَقيموا الصف.Hal ini diamalkan dengan
cara menjadikan setentang antara leher, pundak dan mata kaki.
2.Mengisi tempat kosong sehingga tidak tersisa
tempat kosong.Lafadz beliau shollallohu alaihi wasallam adalah; (سُدُّوا الخلل) ; tutuplah celah
لا تذروا فرجات للشيطان;jangan biarkan ada celah
untuk syaithon.
Dan ini diamalkan dengan mengisi tempat yang
masih kosong sehingga rapat dan rapi.
3.Menyambung antar shof dan menyempurnakan
tiap shof.Lafadz yang beliau sollallohu alaihi wasallam gunakan adalah;
: ((أَتموا
الصف الأَول فالأَول)), sempurnakanlah shof depan dahulu lalu yang
berikutnya.
من وصل صفاً وصله الله ومن قطع صفاً قطعه الله ; siapa yang
menyambung shof maka Alloh akan menyambungnya (dengan rahmat-Nya) dan siapa
yang memutus shof maka Alloh akan memutusnya ( dari rahmatNya).
Termasuk kesalahan dalam cara merapatkan shof
adalah menempelkan kaki dengan orang yang di sampingnya terus menerus hingga
akhir sholat.
Kesalahan ini berpangkal dari salah memahami ucapan seorang shahabat mulia yaitu Nu’man bin Basyir rodhiyallohu
anhu;
رأَيت الرجل منا يلزق كعبه
بكعب صاحبه ; saya melihat seorang dari kami menempelkan
mata kakinya dengan mata kaki saudaranya.
Ucapan ini diriwayatkan oleh ;
1.Bukhory secara muallaq (tanpa
sanad).Beliau memberi judul ; Bab menempelkan bahu dengan bahu, telapak kaki
dengan telapak kaki dalam shof.
Dan dengan lafadz ;
فرأيت الرجل يُلزق منكبه بمنكب صاحبه, وركبته بركبة صاحبه, وكعبه بكعبه
;saya melihat seorang dari kami menempelkan bahunya dengan bahu saudaranya , lututnya dengan
lutut dan mata kaki dengan mata kaki, diriwayatkan oleh ;
2.Abu Dawud dalam sunannya no 648
3.Ibnu Khuzaimah dalam shohihnya
no 160
4.Daruquthny dalam sunannya 1/282.
Dan dengan lafadz ;
وكان أحدنا يلزق منكبه بمنكب
صاحبه وقدمه بقدمه ; salah seorang dari kami menempelkan pundaknya dengan pundak
saudaranya dan telapak kaki dengan telapak kaki.
Dari Anas bin Malik rodhiyallohu anhu diriwayatkan Bukhory 1/254.
Bagaimanakah mempraktekkan kata “
menempelkan “ tersebut ?
1.Syaikh Muhammad bin Shalih Al utsaimin rahimahulloh berkata ;
وهنا مسألة : وهي أن بعض الناس - أخيراً
- لحرصهم على السنة ، وتطبيق السنة ، أخطؤوا في فهم السنة ، فصاروا يظنون أن قول الصحابة
: )) حتى يلزق الرجل كعبه بكعب أخيه (( أن معناه : أن تفرج بين رجليك ، وهذا غلط ،
ولو كان هذا هو المراد لقال : حتى كان الرجل يفرج بين رجليه حتى يمس كعبه كعب صاحبه
. وهذا غير مراد بلا شك ، ولو كان هو المراد لبُيِّن، وإنك لتأتي بعض المساجد يتخذون
هذا هو السنة ، وعليهم بنطلونات ، فتجدهم كأنهم أهرام . وهذا غير صحيح ، ولهذا قال
عمر - رضي الله عنه - لأبي موسى : ( الفهم الفهم فيما يلقى إليك ) فلازم أن تفهم النصوص
على مراد الله ورسوله . ولكن هل المراد بالتراص : التراص الذي يشق فيه الإنسان على
أخيه ؟ الجواب : لا ، لأن هذا يؤذي أخاك ، ويفوته مثلاً التورك ، ويفوته الجلوس بطمأنينة
، فالمراد بالتراص أن لا يكون بينكما فرج ،
أما أن ترصه حتى إنه يتأذى بهذا ، فهذا غلط
‘’Di sini ada masalah penting; yaitu sebagian
orang-akhir-akhir ini- karena semangatnya mereka kepada sunnah dan
mempraktekkan sunnah, salah dalam memahami sunnah,mereka mengira ucapan
shahabat ‘’sampai seorang menempelkan mata kakinya dengan mata kaki
saudaranya’’ bermakna bahwa engkau harus merenggangkan kedua kakimu, ini adalah
salah.Jika ini yang dimaksud, tentu lafadznya adalah; sampai seorang
merenggangkan kedua kakinya hingga matakakinya menyentuh mata kaki
saudaranya.Dan tidak ragu lagi bahwa ini bukanlah yang dimaksud, karena jika
itu maksudnya tentu akan dijelaskan demikian.Jika kalian mendatangi sebagian
masjid yang menganggap ini sebagai sunnah, yang karena mereka memakai celana
panjang (saja saat sholat), kalian akan dapati mereka seperti (bentuk segitiga)
piramida.Ini tidak benar, karena itulah Umar berkata kepada Abu Musa Al asy’ary
rodhiyallohu anhu ;’’ pahamilah (dengan benar ) apa yang disampaikan kepadamu
(dari dalil)’’.Maka wajiblah memahami dalil-dalil sesuai dengan maksud Alloh
dan RasulNya.Apakah yang dimaksud dengan merapatkan hingga seorang mempersempit saudaranya?
Jawabnya; tidak, karena ini mengganggu saudaramu, sulit baginya duduk tawarruk
dengan thuma’ninah.Maka yang dimaksud dengan merapatkan adalah tidak
meninggalkan celah, adapun merapatkan hingga mengganggu maka ini adalah
SALAH..(Syarhulmumti’1/4).
Beliau rahimahulloh menjelaskan praktek yang
benar dalam menempelkan kaki dengan ucapan beliau ;
أي أن كل واحد منهم يلصق كعبه بكعب جاره لتحقق المحاذاة وتسوية الصف، فهو ليس مقصوداً لذاته لكنه مقصود لغيره كما ذكر ذلك أهل العلم، ولهذا إذا تمت الصفوف وقام الناس ينبغي لكل واحد أن يلصق كعبه بكعب صاحبه لتحقق المساواة، وليس معنى ذلك أن يلازم هذا الإلصاق ويبقى ملازماً له في جميع الصلاة
“yaitu setiap
orang menempelkan mata kakinya dengan mata kaki orang yang di sampingnya agar
shof benar-benar lurus dan rata.Menempelkan ini bukanlah maksud namun
tujuannya adalah untuk meluruskan shof seperti yang dijelaskan para
ulama.Karena itulah jika shof telah sempurna dan manusia telah berdiri
hendaknya setiap orang menempelkan mata kakinya dengan mata kaki saudaranya
agar shof benar-benar lurus, dan bukan berarti terus menerus
menempelkan kaki hingga akhir sholat…”( majmu fatawa wa rasail 13/33).
Dalam kesempatan yang lain beliau rahimahulloh
berkata ;
“merenggangkan kedua kaki (saat sholat ) jika
menyebabkan celah antara shof dimana antara seorang dengan yang di sampingnya
terlihat terbuka dari atas, maka hal itu ( hukumnya ) makruh.Karena menyelisihi
perintah Naby shollallohu alaihi wa sallam untuk merapatkan shof, dan karena ia
membuka celah (di bawah kakinya ) yang masuk setan – setan padanya…(padahal)
Naby shollallohu alaihi wa sallam tidak bersabda ;”renggangkanlah antara kedua
kaki kalian”,tidak pula (pernah) bersabda “ tempelkanlah pundak dengan pundak
dan telapak kaki dengan telapak kaki” hanya para sahabat melakukan hal itu
untuk memastikan lurusnya shof…( 16/1/1404
H, majmu fatawa warrosail ibn utsaimin 13/17).
2.Syaikh Bakr abu zaid rahimahulloh
menjelaskan ;
وكل هذا يعني: المصافة, والموازاة,
والمسامتة, وسد الخلل, ولا يعني العمل على ((الإِلزاق)) فإِن إِلزاق العنق بالعنق
مستحيل, وإِلزاق الكتف بالكتف في كل قيام, تكلف ظاهر. وإِلزاق الركبة بالركبة
مستحيل, وإِلزاق الكعب بالكعب, فيه من التعذر, والتكلف, والمعاناة, والتحفز,
والاشتغال به في كل ركعة, ما هو بيِّن ظاهر. فتنبين أَن المحاذاة في الأَربعة:
العنق. الكتف. الركبة. الكعب: من بابة واحدة, يُراد بها الحث على إِقامة الصف
والموازاة, والمسامتة, والتراص على سمت واحد, بلا عوج, ولا فُرج, وبهذا يحصل مقصود
الشارع.
“Seluruh dalil –
dalil mengenai hal ini bermaksud ; meluruskan, meratakan , menutup tempat
kosong , dan bukan dengan cara “menempelkan “, karena menempelkan leher dengan
leher adalah mustahil, menempelkan pundak dengan pundak dalam setiap berdiri
adalah takalluf yang nyata, menempelkan lutut dengan lutut adalah mustahil,
menempelkan mata kaki dengan mata kaki adalah sulit, takalluf, menyusahkan,mengganggu
dan menyibukkan di setiap rokaat, ini sangat jelas.Jadi jelaslah bahwa meratakan itu pada empat hal ;
leher,pundak,lutut, mata kaki, dengan cara yang sama, maksudnya adalah anjuran agar
shof lurus dan rata, rapi, satu bentuk, inilah maksud pembuat syariat.( la
jadiida fi ahkamisholat)
3.Ibnu Hajar rahimahulloh berkata ; “ maksud
dari meluruskan shof adalah meratakan agar manusia berdiri dalam satu bentuk,
atau untuk menutup tempat kosong di shof…”(Fathul bari 2/242).Kebenaran
pemahaman Ibnu Hajar rahimahulloh tampak jelas karena memang Nu’man bin Basyir
menceritakan hal tersebut setelah shahabat itu mendengar perintah Naby
shollallohu alaihi wasallam untuk meluruskan shof, jadi menempelkan tersebut
adalah untuk mengecek kelurusan seorang dengan yang di sampingnya dan bukan
untuk terus menempel hingga akhir sholat.
3.Alkhothoby rohimahulloh ( ma’alimussunan 1/162)
ketika menjelaskan hadits Abu Dawud dari ibnu Abbas rodhiyallohu anhu “yang
terbaik di antara kalian adalah yang paling lembut pundaknya bagi
saudaranya’’,berkata; maknanya adalah agar seorang tenang dalam sholat dan
thuma’ninah dan agar pundaknya tidak menyenggol dan menyentuh pundak
saudaranya”.
4.Demikian pula Lajnah Daimah menjawab ketika
ditanya tentang hal ini (8/14, fatwa no
4582),mereka mengatakan;
وقال أنس رضي الله عنه: كان أحدنا يلزق
قدمه بقدم صاحبه. والمقصود من هذا سد الفرج واستقامة الصف.
فينبغي التواصي بذلك، مع عدم إيذاء بعضهم بعضا.
“maksud dari
ucapan ini (menempelkan) adalah menutup celah dan meluruskan shof “.
5.DR.Abdulloh bin Sholih Alfauzan
hafidhohulloh berkata ( minhatulallaam 1/324) ; adapun menempelkan kaki dengan
kaki seperti yang dipraktekkan sebagian orang maka ini mengganggu orang
lain,sibuk dan menyibukkan orang lain,repot dengan sesuatu yang tidak
disyariatkan, memperbanyak gerakan,dan memperhatikan hal ini setiap bangkit dari
sujud menyibukkan orang yang di samping untuk mendapatkan kakinya, dan juga menyebabkan
lebarnya jarak yang tampak jika makmum turun sujud,sebagaimana juga menyebabkan
mengambil tempat kaki oranglain tanpa hak…dan tidak ada dalilnya,karena maksud
ucapan Anas bin Malik dan Nu’man bin Basyir rodhiyallohu anhuma- sebagaimana
yang disebutkan ibnu Hajar- adalah bersangat dalam meluruskan shof dan menutup
celah serta meratakannya.
Demikian,semoga bermanfaat.Wallohu A’lam
bishowab.
Bintaro ,September 2011
Abdul Hakim gba (guru bahasa arab).
jadi kesimpulan masalah menempelkan kaki untuk meluruskan shof adalah :
BalasHapus1.atsar anas bin malik dan nu'man bin basyir radhiyallohu anhuma menerangkan menempelkan kaki di awal sholat ( berdiri rokaat pertama ),adapun berdiri rokaat 2,3 dan 4 maka tidak ada dalil menempelkan kaki sama sekali
2.Naby saw tdk pernah memerintahkan untuk menempelkan kaki,beliau hanya mentaqrir perbuatan shahabat.maka seperti halnya beliau mentaqrir shahabat yang membaca al ikhlash setiap kali sebelum ruku yang kita tidak perintahkan manusia melakukannya maka demikian pula dalam masalah menempelkan kaki
3.hukum menempelkan kaki - pada berdiri rokaat pertama - adalah sunnah,bukan syarat sah sholat bukan pula wajib dalam sholat
4.membuka kaki lebar justru menimbulkan celah maka yang dimaksud merapatkan adalah sampai seorang tidak bisa melewati antara dua orang
5.ini adalah perkara fiqh yg luas serta tidak boleh menimbulkan kebencian dan perpecahan
Alhamdulillah paham
BalasHapusalhamdulillah..
HapusAlhamdulillah
BalasHapusArtikel yang sangat bermanfaat. Jazakallahu khairan. Mudah2an banyak diantara ahlussunnah membaca dan memahami akan perkara ini, sehingga mrk tdk me-ringan2kan ataupun ber-lebih2an dalam mslh ini. Buuriktum...
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusIni ada juga tulisan saya. Yang menempelkan bahu dgn bahu, dengkul dgn dengkul, dan kaki dgn kaki itu cuma seorang sahabat yg tak disebut namanya. Bukan semua sahabat. Nabi sbg Imam di depan mungkin bisa melihat bahu. Tapi tak mungkin melihat kaki makmumnya. Di berbagai hadits Nabi hanya meminta bahu dirapatkan dgn bahu. Bukan kaki.
BalasHapusTaqrir ini bukan perintah wajib. Misalnya ada sahabat makan biawak Dlabb dan Nabi melihatnya. Taqrir ini bukan berarti Nabi memerintahkan kita untuk wajib memakan biawak dlabb. Bukan. Karena Nabi sendiri tidak mau memakan dlabb. Jadi memahami hadits harus hati2 agar tidak keliru. Perbuatan seorang sahabat jangan dianggap perintah wajib dari Nabi.
http://kabarislamia.com/2015/06/09/nabi-tidak-memerintahkan-menempel-kaki-saat-sholat-berjamaah/
Bagaimana hadits yang mengharuskan kita menutupi celah ustad? Setidaknya kita berusaha merapatkan bagian yang memungkinkan dirapatkan (agar tak diisi oleh Syaiton). Kalau leher atau kepala ya sesuatu yang tidak mungkin ustad untuk ditempelkan. Yang memungkinkan ini kan diusahakan tidak ada celah ustad.
BalasHapusPembiaran Rasul terhadap gerakan solat sahabat bukannya disamakan perintah ustad? karena gerakan solat adalah ibadah magdhoh (ibadah magdhoh= semuanya tidak boleh kecuali ada perintahnya). Jadi kalau tidak dilarang berarti amalan ibadah tersebut diterima, dan diterima berarti perintah. Perihal makan daging sifatnya mualamalah (semuanya boleh kecuali ada larangannya). jadi kalau makan daging tidak dilarang memang bukan berarti perintah, karena semuanya boleh kecuali ada larangannya.
Mohon jawabannya ustad, agar saya dapat beramal secara syar'i.